Nobel Kedokteran & Fisiologi 2022: Genom Neanderthal, Evolusi Manusia, dan Relevansinya dengan Dunia Kedokteran

Ditulis oleh Abdulloh Kafa Bihi, Master Student in Molecular Life Science, University of Bern. Email: kafabihi [at] hotmail [dot] com

Anda dapat mengunduh artikel ini dalam versi pdf di sini


Pada bulan Oktober kemarin, Komite Penghargaan Nobel Institut Karolinska di Swedia mengumumkan penerima Penghargaan Nobel Kedokteran dan Fisiologi 2022 (selanjutnya disingkat “Nobel Kedokteran” saja). Svante Pääbo, saintis berkebangsaan Swedia yang bekerja di bawah Max Planck Institute for Evolutionary Anthropology di Leipzig, Jerman adalah seseorang yang terpilih menerima penghargaan tertinggi dalam ilmu pengetahuan tersebut. Pääbo dianugerahi Penghargaan Nobel atas penelitiannya mengenai genom Neanderthal dan evolusi manusia (1).

Gambar 1. Svante Pääbo memakai kemeja batik

Secara mengejutkan, topik pemenang Nobel Kedokteran pada tahun ini bukanlah topik yang lumrah ditemui dalam daftar Nobel Kedokteran yang telah lalu. Umumnya, topik Nobel Kodekteran berkutat di sekitar bidang biokimia, biologi molekuler, imunologi, cancer biology, dan lain sebagainya yang berhubungan dengan bidang biomedis (2). Akan tetapi, topik riset Svante Pääbo adalah genetika evolusioner dan paleogenetika, sebuah topik yang murni biologi, bukan biomedis. Penghargaan Nobel Kedokteran terakhir yang berhubungan dengan evolusi adalah Nobel Kedokteran tahun 1983 yang dihadiahkan kepada Barbara McClintock atas penemuannya mengenai transposable elements (3). Oleh karena itu, sangat jarang sekali topik biologi evolusioner bisa masuk ke dalam daftar Penghargaan Nobel Kedokteran. Meski demikian, perlu digaris bawahi bahwa transposable elements juga merupakan salah satu komponen dari struktur gen yang jamak ditemui pada manusia dan terbukti dapat memicu kanker (mutagenesis) sehingga sedikit-banyak, topik penelitian Barbara ini masih nyambung dengan tema kedokteran. Akan tetapi, bagaimana dengan Pääbo? Apa relevansi topik penelitian Pääbo dengan dunia kedokteran? Tentang apa sih sebenarnya penelitian Pääbo itu? Kita akan bahas pelan-pelan keunikan Nobel Kedokteran 2022 dalam artikel ini.

Apa itu Genom? Mengenai Sekuensing Genom dan Pohon Filogenetika

Sebelum lebih lanjut membahas penelitian Svante Pääbo mengenai genom Neanderthal dan evolusi manusia, kita akan terlebih dahulu membahas apa itu genom dan beberapa konsep yang berkenaan dengan genom. Mungkin beberapa dari kita pernah mendengar genom di pelajaran biologi baik di bangku kuliah maupun SMA. Namun, mungkin ada juga yang asing dengan istilah genom tapi familiar dengan DNA. Simpelnya, genom adalah totalitas dari seluruh informasi genetik yang pada suatu organisme. Informasi genetik yang dimaksud di sini adalah materi genetik yang membawa informasi (mengkodekan “sesuatu”) dan diwariskan pada generasi selanjutnya. Genom bisa berupa DNA atau RNA. Kita (Homo sapiens) memiliki genom DNA, begitu juga seluruh organisme eukariota dan prokariota. Akan tetapi, beberapa virus ada yang memiliki genom RNA, seperti SARS-CoV-2 yang menjadi biang keladi pandemi 2 tahun belakangan ini.

Gambar 2. Hierarki packaging DNA dalam sel eukariota

Pada manusia, genom terletak di dalam nukleus, tersusun rapi dan compact membentuk struktur bernama kromosom. Seberapa rapi struktur ini? Bayangkan jika DNA dalam satu sel eukariota ditarik menjadi seutas DNA yang lurus, maka utas DNA tersebut akan sepanjang 1,8 meter! (4) Padahal diameter sel eukariota hanya 0,05 mm loh. Semua itu bisa terjadi karena utas DNA digulung dalam protein histon membentuk struktur bernama nukleosom, dan gulungan tersebut membentuk gulungan lagi yang bernama serabut kromatin, lalu serabut kromatin itu digulung lagi membentuk kromosom (lihat gambar 2).

Seperti yang telah dijelaskan di atas, genom adalah totalitas informasi genetik organisme, sehingga, jika kita mengetahui keseluruhan genom, kita dapat mengetahui keseluruhan cetak biru (blueprint) dari organisme tersebut. Kita bisa tahu semua gen pengkode protein dan RNA. Kita bisa tahu semua potensi penyakit yang mungkin muncul di masa depan. Kita bisa tahu kekerabatan organisme tersebut dan siapa nenek moyang tersebut. Kita dapat mengetahuinya dengan menentukan keseluruhan sekuens (urutan) genom. Karena tersusun oleh DNA, sekuens genom terdiri dari kombinasi huruf A, G, T, dan C yang merepresentasikan nukleotida adenin, guanin, timin, dan cytosin.

Bagaimana kita dapat menentukan sekuens genom? Menentukan sekuens genom tak lain adalah versi besar-nya sekuensing untai DNA biasa. Pada tahun 1977, Frederick Sanger menemukan sebuah metode sekuensing DNA berdasarkan PCR, elektroforesis, dan inkorporasi dideoksinukleotida (ddNTP) yang dapat menghentikan tahap elongasi PCR. Akan tetapi, cara ini memakan banyak waktu dan biaya yang besar, sangat sangat besar. Terlebih lagi untuk proyek sekelas sekuensing genom manusia.

Gambar 3. Press Release selesainya HGP di tahun 2003

Human Genome Project (HGP) adalah proyek besar yang ditujukan untuk mensekuens genom manusia. Pertama dimulai pada tahun 1990 dan baru selesai pada tahun 2003. Proyek ini memakan total dana sebesar 2,7 milyar USD pada tahun 1990, setara dengan 5 milyar USD pada tahun 2018 (dengan menghitung inflasi) (4). Nilai ini sama dengan 78,7 triliun rupiah! Wow, angka yang sangat fantastis, bukan? Akan tetapi, kemajuan teknologi terus berkembang, dan saat ini, kita telah menyaksikan kemajuan teknologi sekuensing yang semakin pesat, bahkan lebih cepat dari hukum Moore di dunia komputer! Teknologi next generation sequencing atau NGS saat ini dapat mensekuens seluruh genom manusia dengan hanya 1000 USD saja, bandingkan dengan teknologi Sanger masa lalu yang mencapai 100 juta USD per genom (lihat gambar 4). NGS menggunakan metode high-throughput sequencing yang konsepnya mirip dengan paralelisasi prosesor komputer modern (semakin banyak core = semakin cepat, walau kecepatan per core rendah).Dengan NGS, seorang saintis biasa dari sebuah universitas pun sekarang bisa mensekuens genom apa saja: diri sendiri, tikus, tumbuhan, bakteri, dan juga fosil.

Gambar 4. Histori biaya yang dibutuhkan untuk mensekuens genom manusia

Apa yang bisa kita lakukan dengan data genom tersebut? Banyak sekali! Mulai dari terapi gen, prenatal diagnosis & testing, serta identifikasi gen atau faktor-faktor yang berkontribusi pada penyakit tertentu. Akan tetapi, dalam konteks biologi evolusioner, kita dapat menentukan pohon kekerabatan, yang disebut pohon filogenetika, suatu spesies (5). Lebih lanjut lagi, kita dapat menentukan Seberapapa jauh dua spesies yang berbeda mulai berpisah, kita dapat mengestimasi proses spesiasi, dan bahkan mengestimasi bagaimana proses migrasi suatu spesies dan persebaran spesies tersebut (5).

Pohon filogenetika adalah pohon kekerabatan yang merepresentasikan sebarapa berkerabat dua spesies, dihitung dari kesamaan dan perbedaan sekuens DNA yang mereka punya. Perbedaan sekuens DNA dari dua spesies yang berkerabat dekat berasal dari mutasi sekuens nenek moyang bersama (common ancestor). Untuk mengkonstruksi pohon filogenetika, data sekuens DNA dapat di-cluster hanya berdasarkan persamaan dan perbedaannya saja. Algoritma seperti ini biasanya hanya mengelompokkan spesies, tetapi tidak dapat memberikan informasi evolusi lebih lanjut (5). Algoritma konstruksi pohon filogenetika yang lebih advanced dapat memberikan informasi waktu evolusi, yakni waktu ketika nenek moyang bersama dari dua spesies mulai berpisah. Sebagai contohnya, pada Gambar 5 kita dapat mengetahui bahwa nenek moyang bersama manusia dan simpanse berpisah sekitar 5 juta tahun yang lalu, sedangkan nenek moyang bersama manusia dan kelinci berpisah sekitar juta tahun yang lalu (6).

Gambar 5. Pohon filogenetika manusia dan beberapa hewan mamalia lainnya dengan skala waktu evolusi

Tentang Neanderthal

Neanderthal (Homo neanderthalensis) adalah spesies manusia yang muncul sekitar 430 ribu tahun yang lalu dan punah 40 ribu tahun yang lalu (7). Fosil pertama Neanderthal ditemukan di lembah Neander, sekitar 12 km dari kota Dusseldorf, Jerman, pada tahun 1856. Semenjak itu, beberapa fosil Neanderthal ditemukan di berbagai belahan Eropa hingga Asia Tengah, seperti Uzbekistan dan pegunungan Altai di Kazakhstan. Neanderthal pada awalnya dianggap sebagai manusia purba yang tidak beradab dan tidak mengenal teknologi. Akan tetapi, penelitian arkeologi dan paleontologi terbaru menyimpulkan bahwa Neanderthal dapat membuat peralatan batu, mengenal obat-obatan herbal, menjahit baju, berbahasa, dan bahkan berlayar mengarungi laut Mediterania (8). Dalam hal seni, Neanderthal juga diketahui membuat perhiasan dari batu akik, melukis dinding goa, dan bahkan membuat seruling dari tulang femur—alat musik pertama di dunia (9).

Gambar 6. Peta persebaran Neanderthal berdasarkan temuan fosil yang teridentifikasi

Secara fisik, Neanderthal lebih rendah dibandingkan manusia modern (Homo sapiens), memiliki pinggul yang lebih lebar, tulang tangan dan kaki yang lebih tebal, serta kaki yang lebih pendek (Gambar 7). Dari situs ditemukannya fosil Neanderthal dan sisa-sisa artifak mereka di goa, Neanderthal hidup berkelompok kecil dan tidak membentuk suku (tribe) yang besar. Mereka hidup berburu mamalia (seperti rusa) dan mengumpulkan buah serta biji-bijian. Neanderthal memasak makanan mereka, seperti dengan direbus, dibakar, dan diasap (10).

Gambar 7. Perbedaan kerangka Neanderthal (kiri) dan Homo sapiens (kanan)

Hal yang mengejutkan bagi banyak saintis adalah hilangnya catatan fosil Neanderthal secara tiba-tiba pada tahun 40,000 tahun yang lalu. Mengapa Neanderthal punah? Ada beberapa hipotesis yang diajukan dahulu, seperti perubahan iklim sehingga sumber makanan berubah. Akan tetapi, terdapat beberapa kritik atas hipotesis ini, seperti bukti bahwa selama ribuan tahun, Neanderthal mampu melewati iklim dingin seperti zaman es, sehingga perubahan iklim bukanlah faktor utama kepunahan Neanderthal (11). Hipotesis yang saat ini banyak didukung oleh bukti genetika adalah bahwa Neanderthal “melebur” dengan manusia modern melalui perkawinan (interbreeding). Selain perkawinan, Neanderthal juga berkompetisi dengan manusia modern saat mereka pertama kali bertemu dengan manusia modern yang baru bermigrasi keluar dari Afrika (11). Hipotesis interbreeding dengan manusia modern yang saat ini telah menjadi konsensus saintifik adalah hasil dari penelitian Svante Pääbo sepanjang karir hidupnya yang dianugerahi penghargaan Nobel. (Mengenai kepunahan Neanderthal ini akan dibahas dengan lebih detail kemudian).

Bagaimana hubungan kekerabatan antara H. sapiens, H. neanderthalensis, dan spesies manusia lainnya? Berdasarkan data sekuens DNA dan data-data morfologi dari fosil, Neanderthal adalah salah satu spesies yang paling berkerabat dengan kita. Meski demikian, terdapat perdebatan mengenai posisi spesies manusia lainnya, yakni H. heidelbergensis, yang juga berkerabat dengan H. sapiens. Studi terbaru menggunakan algoritma maximum likelihood dan Akaike information criterion (AIC) menunjukkan bahwa H. heidelbergensis adalah nenek moyang langsung (direct ancestor) dari H. sapiens dan H. neanderthalensis (12). Dapat kita lihat juga pada Gambar 8, baik H. sapiens, H. neanderthalensis, dan H. heidelbergensis, semuanya tergabung dalam satu klad H. erectus.

Gambar 8. Pohon filogenetika spesies-spesies klad hominin

Bagaimana para saintis mengambil sampel DNA yang ada pada fosil? Bukankah fosil itu tulang yang membatu? Bagaimana pula para saintis menganalisis sampel DNA tersebut? Terdengar sulit sekali dan mungkin impossible! Tetapi inilah yang sebenarnya mengantarkan Svante Pääbo meraih penghargaan Nobel Kedokteran 2022.

Tantangan Analisis dan Sekuensing DNA dari Fosil

Svante Pääbo sejak dahulu sudah tertarik dengan anient DNA (aDNA), atau DNA kuno yang ditemui pada situs-situs arkeologis. Pääbo aslinya berkuliah S3 di jurusan kedokteran Universitas Uppasala. Pada saat itu, Pääbo melakukan penelitian mengenai interaksi adenovirus dalam sistem imun. Akan tetapi, Pääbo secara sembunyi-sembunyi melakukan proyek penelitian mandiri dengan tujuan mengisolasi DNA dari spesimen mumi di Mesir (1). Dari sini lah ketertarikan Pääbo mempelajari ancient DNA.

Gambar 9. Tulang humerus kanan Neanderthal

Umumnya, sampel aDNA didapat dari fosil tulang pipa (seperti femur atau humerus) yang terpreservasi dengan baik. Fosil tulang tersebut kemudian dipotong sehingga tampak bagian rongga sumsum tulangnya. Sampel yang diambil biasanya berasal dari tulang kompak dan berongga yang nantinya diekstraksi dan dilakukan amplifikasi dengan polymerase chain reaction (PCR) untuk memperbanyak jumlah DNA (13). Akan tetapi, karena waktu yang sangat lama (ratusan ribu tahun), aDNA banyak mengalami modifikasi kimia dan fragmentasi sehingga sekuens genom menjadi terpotong-potong. Belum lagi kontaminasi DNA asing (seperti bakteria dan organisme tanah lain) membuat proses sekuensing aDNA dari fosil menjadi sangat sulit.

Gambar 10. Terdapat dua macam DNA, nuclear DNA dan mitochondial DNA. Kedua DNA tersebut dalam kurun waktu puluhan-ratusan ribu tahun akan mengalami fragmentasi dan juga kontaminasi (11)

Bagaimana kita dapat meminimalkan kontaminasi DNA asing? Pääbo selalu menggunakan clean room yang steril dan menggunakan PCR dengan primer yang dapat membedakan (differentiate) DNA Neanderthal dengan DNA kontaminan (1). Selain adanya kontaminasi, fragmentasi dan modifikasi kimia juga terjadi, seperti proses oksidasi yang menyebabkan nukleotida sitosin (C) berubah menjadi urasil (U). Untul menyelesaikan permasalah tersebut, Pääbo menggunakan metode ekstrasi menggunakan silica-based purification methods dan analisis asam amino untuk mengecek adanya kontaminasi (14). Strategi selanjutnya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan peluang keberhasilan ekstraksi aDNA adalah menggunakan sampel fosil yang terpreservasi dengan baik, seperti sampel dari gigi dan tulang yang berasal dari tanah beku (permafrost).

Gambar 11. Diagram yang menunjukkan lokasi mtDNA dalam sel (12)

Pada 1990, Svante Pääbo bersama tim dari Universitas Munich berhasil mengekstraksi DNA Neanderthal, tepatnya DNA mitokondria (mtDNA). Apa itu? DNA mitokondria adalah DNA yang ada di dalam mitokondria dan terpisah dari DNA yang berada di dalam inti sel (disebut juga nuclear DNA). mtDNA berbentuk sirkular, tidak seperti genom nuclear DNA yang berbentuk linear. Selain itu, mtDNA juga jauh lebih pendek dibandingkan nuclear DNA. Keduanya termasuk ke dalam genom suatu organisme. Apa fungsi mtDNA? Tentu saja untuk mengkodekan berbagai protein yang digunakan oleh mitokondria seperti protein untuk reaksi fosforilasi oksidatif.

Mengapa Pääbo menggunakan mtDNA dan bukan nuclear DNA? Hampir semua hewan memiliki ploidi = 2n, disebut sebagai diploid. Oleh karena itu, hanya ada dua kopi genom di dalam inti sel. Akan tetapi, dalam satu sel, terdapat puluhan mitokondria yang berisi mtDNA. Dengan demikian, mtDNA lebih melimpah jumlahnya dibandingkan nuclear DNA dan menjadikannya lebih mudah untuk diekstrak (1). Akan tetapi, karena mtDNA bukanlah genom inti dari sel, mtDNA kurang representatif jika digunakan sebagai data primer dalam analisis filogenetika. Walau demikian, pada proyek penelitian selanjutnya, mtDNA ternyata sangat bermanfaat untuk menentukan kontaminasi DNA asing dari sampel DNA Neanderthal yang diekstraksi (13).

Ingat juga bahwa pembahasan sekarang masih pada dekade 1990-an. Sekuensing genom manusia pun masih belum selesai dan harganya cukup mahal. Dengan demikian, full sequence genom dari nuclear DNA Neanderthal masih sulit untuk dilakukan. Setelah sudah telaten mengekstrasi mtDNA Neanderthal, Pääbo pun berhasil mengekstrasi nuclear DNA dengan optimasi metode yang didapatkan dari proyek dengan mtDNA pada tahun 1990-an.

Keberhasilan Analisis Nuclear DNA dan Complete Genome

Dekade telah berganti, dan sekarang adalah awal tahun 2000-an. Perkembangan teknologi sekuensing DNA mulai muncul. Pionir teknologi NGS bermunculan dan momentum ini dimanfaatkan dengan baik oleh Svante Pääbo. Menggunakan teknologi pyrosequencing, Pääbo berhasil mensekuens sebagian besar sampel mtDNA yang ia ekstraksi pada dekade sebelumnya (1). Dan akhirnya, pada tahun 2006, Pääbo berhasil mensekuens 1 juta pasang basa genom dari nuclear DNA Neanderthal (15). Data sekuens ini telah dianalisis dan terbukti bebas dari kontaminasi DNA asing seperti mikroorganisme tanah maupun DNA manusia modern (menggunakan algoritma BLAST).

Pääbo tidak puas hanya dengan sekuens 1 juta pasang basa genom Neanderthal. Ia bertekad untuk melakukan full sequencing keseluruhan genom Neanderthal. Untuk mensukseskan ambisinya, Pääbo memerlukan lebih banyak fosil tulang yang masih terpreservasi dengan baik. Ekspedisi paleontologi untuk mencari fosil Neanderthal baru pun dilakukan di pegunungan Kaukasus dan goa di El Sidron, Spanyol (1).

Pada tahun 2010, Pääbo mengumumkan hasil penelitiannya yang mengguncang dunia saintifik saat itu. Untuk pertama kalinya, seluruh genom (nuclear + mtDNA) Neanderthal telah disekuens penuh (16). Dalam paper-nya, Pääbo menyertakan lima genom H. sapiens dan satu genom manusia lain yang fosilnya ditemukan di goa Denisova, China, sebagai pembanding. Analisis filogenetika antara manusia modern (disampel dari orang Perancis, suku Han dari China, suku Yoruba dari Afrika, suku Papua, dan suku San dari Afrika), Neanderthal, dan Denisovan pun berhasil dilakukan dengan complete. Pohon filogenetika dari complete genom Neanderthal, Denisova, dan manusia modern dapat dilihat pada Gambar 13. Terlihat bahwa Denisova dan Neanderthal membentuk satu kelompok yang memisah degan manusia modern. Dari temuan fosil Neanderthal dan Denisova, hal ini tidak mengejutkan sama sekali karena beberapa fosil dari kedua spesies tersebut dapat ditemukan di Siberia Selatan (17).

Gambar 12. Pohon filogenetika dari dataset complete genom Neanderthal dan Denisova yang dihimpun oleh Max Planck Institute for Evolutionary Anthropology (13)

Sebagai informasi sampingan, Anda bisa mengunduh seluruh genom Neanderthal pada situs berikut: http://cdna.eva.mpg.de/Neanderthal/altai/AltaiNeanderthal/bam/

Kepunahan Neanderthal dan Bagaimana Neanderthal Ada dalam Diri Kita

Pertanyaan yang telah saya ulas sebentar di bagian pendahuluan adalah mengenai bagaimana Neanderthal punah. Jawaban simpelnya adalah karena adanya interbreeding (perkawinan) dengan manusia modern. Bagaimana hal itu terjadi, dan kok bisa bikin Neanderthal punah? Apa buktinya?

Gambar 13. Peta migrasi manusia modern (Homo sapiens) keluar dari Afrika.

Manusia modern (H. sapiens) muncul pertama kali di Afrika Timur sekitar 300,000 hingga 200,000 tahun yang lalu (18). Manusia modern bermigrasi keluar dari Afrika dalam beberapa kali kloter. Migrasi pertama diperkirakan terjadi 270,000 tahun yang lalu. Akan tetapi, migrasi besar-besaran terjadi pada 70,000-50,000 tahun yang lalu (18). Saat manusia modern bermigrasi dari Afrika ke utara menuju Eropa (melewati timur tengah), mereka bertemu dengan Neanderthal yang sudah mendiami Eropa terlebih dahulu.

Gambar 14. Cara kerja Atlatl.

Apa yang terjadi? Manusia modern memiliki struktur sosial yang besar. Mereka biasanya bermigrasi dalam kelompok besar, terbagi dalam beberapa suku. Di lain sisi, Neanderthal hanya membentuk kelompok kecil (tribe) dan tidak memiliki struktur sosial yang besar (19). Dari sisi teknologi, manusia modern telah menciptakan senjata jarak jauh seperti tombak dan peluncur tombak yang disebut sebagai atlatl (20). Atlatl sungguh overpower. Manusia modern dapat meluncurkan tombak lebih cepat dibandingkan hanya dilempar dengan tangan kosong. Di lain sisi, Neanderthal lebih kuat secara fisik sehingga tidak terlalu mengandalkan teknologi senjata jarak jauh. Neanderthal hanya menciptakan tombak dan semacam pisau sederhana. Walau demikian, penelitian terbaru menyebutkan bahwa Neanderthal ternyata juga memiliki tombak yang digunakan untuk berburu dengan cukup efisien, meskipun kurang jelas apakah teknologi peluncur yang advanced seperti atlatl dapat dibuat Neanderthal atau tidak (21). Ketika berhadapan dengan manusia modern, praktis Neanderthal kalah karena teknologi dan taktik.

Hipotesis mengenai konflik antara Neanderthal dengan manusia modern masih diperdebatkan sampai saat ini (22). Akan tetapi, ada satu hipotesis yang sekarang telah mencapai konsensus saintifik, yakni perkawinan antara manusia modern dengan Neanderthal (23). Rupanya sebagian besar manusia modern kepincut hati dengan Neanderthal. Karena secara morfologi kita dan Neanderthal tidak begitu berbeda, kemungkinan besar manusia modern tidak mengenali Neanderthal sebagai spesies manusia yang lain, tetapi hanya berbeda suku. Manusia modern pun mulai membina keluarga dengan Neanderthal dan menghasilkan keturunan. Problem yang terjadi di sini adalah jumlah Neanderthal jauh lebih sedikit dibandingkan manusia modern. Dengan menggunakan genetika populasi (seperti hukum Hardy-Weinberg), kita bisa mensimulasikan lungkang gen (gene pool) Neanderthal yang semakin lama semakin terkikis habis. Genom Neanderthal pun lama-kelamaan terserap dan menjadi genom manusia modern. Proses ini disebut sebagai aliran gen (gene flow).

Gambar 15. Aliran gen dari Denisova dan Neanderthal menuju Homo sapiens

Bagaimana saintis dapat menyimpulkan bahwa dulu pernah terjadi perkawinan antara manusia modern dengan Neanderthal? Apakah mereka melihatnya langsung, atau punya mesin waktu? Tentu saja tidak. Kembali lagi pada sekuens complete genom Neanderthal. Menggunakan algoritma sequence alignment, kita dapat mencari sekuens unik dari genom Neanderthal di dalam genom manusia modern (24). Sekuens tersebut unik, artinya hanya ditemukan di Neanderthal saja. Analisis koromosom 21 dari spesimen Neanderthal Vindija dan Altai menunjukkan bahwa laju gene flow Neanderthal ke manusia modern berkisar antara 0.3% hingga 2.6% (persen dari total genom) (25).

Menariknya, tidak semua manusia modern memiliki gen Neanderthal. Hanya manusia non-Afrika saja yang memiliki gen Neanderthal. Selain itu, komposisi campuran gen Neanderthal paling tinggi ada dalam orang-orang Eropa dan Asia Tengah (24). Untuk orang Indonesia sendiri, terdapat sedikit campuran gen Neanderthal karena nenek moyang orang Indonesia berasal dari Taiwan yang sebelumnya berasal dari Asia daratan.

Gambar 16. Proporsi genom arkaik (non H. Sapiens) dari manusia-manusia modern yang ada di Asia Tenggara. Terlihat dengan jelas bahwa orang-orang Papua asli memiliki proporsi genom Denisova paling banyak

Selain Neanderthal, ternyata aliran gen dari spesies manusia lain juga terjadi, yakni aliran gen dari Denisova. Denisova kebanyakan ditemukan di Cina sehingga proporsinya banyak ditemukan pada orang-orang yang berasal dari Asia, termasuk orang-orang Indonesia, baik Austronesia maupun Melanesia seperti Papua. Bahkan, sebenarnya proporsi manusia modern dengan genom Denisova terbanyak ada pada Melanesia, seperti pada orang-orang Papua asli (26). Dengan demikian, Neanderthal dan Denisova sebenarnya ada dalam diri kita, mereka telah melebur dengan kita.

Relevansi Genetika Evolusioner dengan Kedokteran

Kita akan mengakhiri artikel ini dengan pertanyaan yang mungkin masih menggelitik pikiran kita. Bagaimana bisa sebuah proyek riset mengenai genetika evolusioner dan arkeologi bisa terpilih dalam Penghargaan Nobel Kedokteran? Apa hubungannya?

Seperti yang telah kita pelajari di atas, genom adalah kumpulan dari seluruh informasi genetik suatu organisme. Setiap sekuens genom yang nantinya terekspresikan menjadi fenotipe, adalah subjek bagi evolusi melalui mutasi dan seleksi alam. Dengan demikian, sekuens gen tertentu pada suatu populasi spesies merepresentasikan bagaimana spesies tersebut beradaptasi dengan lingkungannya. Hal ini meliputi bagaimana organisme tersebut bertahan hidup melawan penyakit infeksius, parasit, dan patogen.

Lebih lanjut lagi, karena terdapat aliran gen dari Neanderthal menuju ke manusia modern, terdapat beberapa alel Neanderthal yang terintroduksikan ke dalam genom manusia modern. Alel-alel asing yang melebur dengan genom manusia modern mempengaruhi bagaimana manusia modern beradaptasi dengan habitat baru setelah kita berkespansi keluar dari Afrika. Fenomena ini dbisebut sebagai peristiwa introgresi (1). Sekuens Neanderthal yang terintrogresi ke dalam genom manusia mengalami seleksi positif dan memberikan keuntungan evolusioner (evolutionary advantage) pada seluruh manusia, dahulu dan kini.

Contoh introgresi sekuens gen Neanderthal pada manusia modern adalah gen yang mengkodekan Toll-like receptor: TLR6, TLR1, dan TLR10 (27). Dalam sistem imun, toll-like receptor (TLR) berperan saat proses pengenalan antigen mikroba serta reaksi alergi. Beberapa manusia modern saat ini memiliki haplotipe gen TLR yang bersifat kuno—ditemukan pada genom Neanderthal dan Denisova (27). Hal ini menandakan bahwa nenek moyang kita beberapa kali melakukan pertukaran alel TLR melalui perkawinan. Lebih lanjut lagi, frekuensi alel TLR ini ternyata tinggi, mengisyaratkan bahwa alel TLR introgresi memiliki fenotipe yang cocok dengan habitat manusia modern. Ini adalah contoh peristiwa introgresi yang bermanfaat, karena TLR membantu kita melawan berbagai mikroba penyebab penyakit.

Selain TLR, terdapat peristiwa introgresi lain pada kluster gen 2′-5′-oligoadenylate synthetase (OAS) yang berperan dalam persinyalan anti virus. OAS dalam genom manusia modern berasal dari populasi Neanderthal Eurasia (28). Kluster gen OAS “pemberian” dari Neanderthal ternyata sangat bermanfaat bagi manusia modern, terlebih akhir-akhir ini, karena OAS dapat mengurangi risiko kerusakan sistem pernapasan akibat infeksi SARS-CoV-2 hingga 22% (29). Penelitian lain mengenai introgresi gen Neanderthal pada manusia modern saat ini telah banyak memetakan gen-gen Neanderthal yang berhubungan dengan fenotipe penyakit maupun fenotipe non-penyakit, terutama pada populasi keturunan Neanderthal seperti orang-orang Eropa dan Asia. Contoh riset fenotipe non-penyakit dari peristiwa introgresi adalah asosiasi alel Neanderthal dengan pigmentasi kulit dan pola tidur masyarakat Eropa saat ini (30).

Penutup

Semua penelitian di atas tidak akan mungkin bisa terjadi tanpa upaya dan kerja keras Svante Pääbo dalam mengisolasi dan mensekuens genom Neanderthal, baik mtDNA maupun nuclear DNA. Selain itu, penemuan Pääbo juga membuka sejarah baru evolusi manusia, menguak kembali spesies-spesies manusia yang telah lama punah, dan menemukan kembali spesies tersebut dalam manusia-manusia modern, kita semua, walau hanya dalam bentuk beberapa potong gen.

Referensi

1. Scientific background: Discoveries concerning the genomes of extinct hominins and human evolution. [Internet]. NobelPrize.org. [cited 2022 Nov 9]. Available from: https://www.nobelprize.org/prizes/medicine/2022/advanced-information/

2. All Nobel Prizes in Physiology or Medicine [Internet]. NobelPrize.org. [cited 2022 Nov 9]. Available from: https://www.nobelprize.org/prizes/lists/all-nobel-laureates-in-physiology-or-medicine

3. The Nobel Prize in Physiology or Medicine 1983 (Press Release) [Internet]. NobelPrize.org. [cited 2022 Nov 9]. Available from: https://www.nobelprize.org/prizes/medicine/1983/press-release/

4. Human Genome Project Fact Sheet [Internet]. National Human Genome Research Institute. 2022 [cited 2022 Nov 9]. Available from: https://www.genome.gov/about-genomics/educational-resources/fact-sheets/human-genome-project

5. Wiley EO, Lieberman BS. Phylogenetics: Theory and Practice of Phylogenetic Systematics, 2nd Edition. 2nd ed. Wiley-Blackwell; 2011. 432 p.

6. Kim J, Lee D, Sim M, Lee J, Kim J. The effect of reference species on reference-guided genome assembly. In 2017. p. 23–7.

7. Pinhasi R, Higham TFG, Golovanova LV, Doronichev VB. Revised age of late Neanderthal occupation and the end of the Middle Paleolithic in the northern Caucasus. Proc Natl Acad Sci. 2011 May 24;108(21):8611–6.

8. Hoffecker JF. The complexity of Neanderthal technology. Proc Natl Acad Sci. 2018 Feb 27;115(9):1959–61.

9. Diedrich CG. ‘Neanderthal bone flutes’: simply products of Ice Age spotted hyena scavenging activities on cave bear cubs in European cave bear dens. R Soc Open Sci. 2015 Apr;2(4):140022.

10. Henry AG. Neanderthal Cooking and the Costs of Fire. Curr Anthropol. 2017 Aug;58(S16):S329–36.

11. Harvati K. What Happened to the Neanderthals? Nat Educ Knowl. 2012;3(10):13.

12. Parins-Fukuchi C, Greiner E, MacLatchy LM, Fisher DC. Phylogeny, ancestors, and anagenesis in the hominin fossil record. Paleobiology. 2019 May;45(2):378–93.

13. Krings M, Stone A, Schmitz RW, Krainitzki H, Stoneking M, Pääbo S. Neandertal DNA Sequences and the Origin of Modern Humans. Cell. 1997 Jul 11;90(1):19–30.

14. Pääbo S. Ancient DNA: extraction, characterization, molecular cloning, and enzymatic amplification. Proc Natl Acad Sci. 1989 Mar;86(6):1939–43.

15. Noonan JP, Coop G, Kudaravalli S, Smith D, Krause J, Alessi J, et al. Sequencing and Analysis of Neanderthal Genomic DNA. Science. 2006 Nov 17;314(5802):1113–8.

16. Green RE, Krause J, Briggs AW, Maricic T, Stenzel U, Kircher M, et al. A Draft Sequence of the Neandertal Genome. Science. 2010 May 7;328(5979):710–22.

17. Reich D, Green RE, Kircher M, Krause J, Patterson N, Durand EY, et al. Genetic history of an archaic hominin group from Denisova Cave in Siberia. Nature. 2010 Dec;468(7327):1053–60.

18. López S, Van Dorp L, Hellenthal G. Human Dispersal Out of Africa: A Lasting Debate. Evol Bioinforma. 2015 Jan 1;11s2:EBO.S33489.

19. Vergano D. Neanderthals Lived in Small, Isolated Populations, Gene Analysis Shows [Internet]. National Geographic. 2014 [cited 2022 Nov 9]. Available from: https://www.nationalgeographic.com/culture/article/140421-neanderthal-dna-genes-human-ancestry-science

20. Lombard M. Re-considering the origins of Old World spearthrower-and-dart hunting. Quat Sci Rev. 2022 Oct 1;293:107677.

21. Yong E. When Modern Men Throw Ancient Weapons [Internet]. The Atlantic. 2019 [cited 2022 Nov 9]. Available from: https://www.theatlantic.com/science/archive/2019/01/neanderthal-spears-threw-pretty-well/581218/

22. Stringer C, Crété L. Mapping Interactions of H. neanderthalensis and Homo sapiens from the Fossil and Genetic Records. PaleoAnthropology [Internet]. 2022 Oct 27 [cited 2022 Nov 9];2022(2). Available from: https://paleoanthropology.org/ojs/index.php/paleo/article/view/130

23. Rogers AR, Bohlender RJ, Huff CD. Early history of Neanderthals and Denisovans. Proc Natl Acad Sci. 2017 Sep 12;114(37):9859–63.

24. Sankararaman S, Mallick S, Dannemann M, Prüfer K, Kelso J, Pääbo S, et al. The genomic landscape of Neanderthal ancestry in present-day humans. Nature. 2014 Mar;507(7492):354–7.

25. Kuhlwilm M, Gronau I, Hubisz MJ, de Filippo C, Prado-Martinez J, Kircher M, et al. Ancient gene flow from early modern humans into Eastern Neanderthals. Nature. 2016 Feb;530(7591):429–33.

26. Jacobs GS, Hudjashov G, Saag L, Kusuma P, Darusallam CC, Lawson DJ, et al. Multiple Deeply Divergent Denisovan Ancestries in Papuans. Cell. 2019 May 2;177(4):1010-1021.e32.

27. Dannemann M, Andrés AM, Kelso J. Introgression of Neandertal- and Denisovan-like Haplotypes Contributes to Adaptive Variation in Human Toll-like Receptors. Am J Hum Genet. 2016 Jan 7;98(1):22–33.

28. Mendez FL, Watkins JC, Hammer MF. Neandertal Origin of Genetic Variation at the Cluster of OAS Immunity Genes. Mol Biol Evol. 2013 Apr 1;30(4):798–801.

29. Zeberg H, Pääbo S. A genomic region associated with protection against severe COVID-19 is inherited from Neandertals. Proc Natl Acad Sci. 2021 Mar 2;118(9):e2026309118.

30. Dannemann M, Kelso J. The Contribution of Neanderthals to Phenotypic Variation in Modern Humans. Am J Hum Genet. 2017 Oct 5;101(4):578–89.

Sumber Gambar

Gambar 1 https://groups.oist.jp/heg/svante-paeaebo

Gambar 2 Snustad, D. P., & Simmons, M. J. (2015). Principles of genetics 6th Edition. John Wiley & Sons.

Gambar 3 https://www.genome.gov/about-genomics/educational-resources/fact-sheets/human-genome-project

Gambar 4 https://www.illumina.com/science/technology/next-generation-sequencing/beginners/ngs-cost.html

Gambar 5 Kim, J., Lee, D., Sim, M., Lee, J., & Kim, J. (2017) The effect of reference species on reference-guided genome assembly. (pp. 23-27).

Gambar 6 https://commons.wikimedia.org/wiki/File:Range_of_NeanderthalsAColoured.png

Gambar 7 http://www.yorku.ca/kdenning/++2140%202006-7/2140-21Nov2006.htm

Gambar 8 Parins-Fukuchi, C., Greiner, E., MacLatchy, L. M., & Fisher, D. C. (2019). Phylogeny, ancestors, and anagenesis in the hominin fossil record. Paleobiology, 45(2), 378-393.

Gambar 9 Krings, M., Stone, A., Schmitz, R. W., Krainitzki, H., Stoneking, M., & Pääbo, S. (1997). Neanderthal DNA sequences and the origin of modern humans. Cell, 90(1), 19-30.

Gambar 10 https://www.nobelprize.org/prizes/medicine/2022/press-release/

Gambar 11 https://commons.wikimedia.org/wiki/File:Mitochondrial_DNA_lg.jpg

Gambar 12 https://www.eva.mpg.de/genetics/genome-projects/Neanderthal/

Gambar 13 Jacobs, G. S., Hudjashov, G., Saag, L., Kusuma, P., Darusallam, C. C., Lawson, D. J., … & Cox, M. P. (2019). Multiple deeply divergent Denisovan ancestries in Papuans. Cell, 177(4), 1010-1021.

Gambar 14 http://www.arrowmania.de/Pfeilwerfer.html

Gambar 15 https://www.nobelprize.org/prizes/medicine/2022/press-release/

Gambar 16 Jacobs GS, Hudjashov G, Saag L, Kusuma P, Darusallam CC, Lawson DJ, et al. Multiple Deeply Divergent Denisovan Ancestries in Papuans. Cell. 2019 May 2;177(4):1010-1021.e32.

https://deuchtabs.org/diabetes/index.html